Senin, 01 Desember 2025

๐‘จ ๐‘ฑ๐’๐’–๐’“๐’๐’†๐’š ๐‘พ๐’“๐’‚๐’‘๐’‘๐’†๐’… ๐’Š๐’ ๐‘ด๐’Š๐’”๐’• ๐’‚๐’๐’… ๐‘ด๐’†๐’Ž๐’๐’“๐’Š๐’†๐’”

แฏ“★ ๐Ž๐—‹๐—‚๐–พ๐“ฃ๐—ฮฑ๐—๐—‚โฑบ๐“ฃ:

During the semester holiday in 2023, when I was still in seventh grade, my family planned a trip to Lake Toba. It had been a long time since we last traveled together, so I was very excited. I had heard many stories about the beauty of Lake Toba, especially about Samosir Island in the middle of the lake. The idea of visiting one of the largest volcanic lakes in the world made me curious and thrilled. We prepared our bags a day before the trip, making sure everything was ready—from clothes, snacks, and cameras, to jackets because everyone said the weather around Lake Toba could get quite chilly. That night, I could barely sleep because I kept imagining the clear water and beautiful hills I often saw in pictures.


แฏ“★ ๐„๐—๐–พ๐“ฃ๐—๐—Œ:

Early in the morning, my family and I left our house. The road to Lake Toba was long, but the scenery along the way made the trip feel less tiring. I looked out the window and saw stretches of green trees, small villages, and mountains in the distance. Sometimes, the road was winding, and I could feel the car tilt slightly as we climbed higher. We made several stops to rest and take pictures because my parents liked capturing beautiful landscapes. I remember buying a popmie from a mini market. It tasted warm and delicious, perfect for the cool morning air.

After hours of traveling, we finally reached the viewpoint area near Lake Toba. The moment I stepped out of the car, the first thing I noticed was the fresh, cold breeze brushing my face. When I looked ahead, I saw the lake spreading wide like a giant mirror reflecting the sky. The water was calm, and the surrounding hills looked majestic. I stood still for a moment, amazed by how beautiful it was. We took many photos there, trying to capture the scenery even though the real view was far more stunning than any picture could show.

Then, we continued our journey to the port to cross to Samosir Island. It was my first time riding a ferry, and I was both nervous and excited. When the ferry moved, I looked down and saw the deep blue water rippling slowly. The wind was colder in the middle of the lake, but the view was wonderful. I saw other ferries passing by, filled with tourists who were also enjoying their holiday. During the ride, I imagined how the lake was formed from a huge volcanic eruption thousands of years ago. The thought made the place feel even more special.

When we arrived at Samosir Island, we visited a traditional Batak village. I saw traditional houses with unique roofs that curved upward like buffalo horns. The locals were friendly, and some of them were preparing cultural performances for the visitors. My family and I explored the area, learning about Batak history and cultural traditions. I even bought a small souvenir—a wooden keychain carved with the word “Samosir.” After that, we walked around the island, enjoying the peaceful atmosphere. The trees, the water, and the sound of birds made the island feel calm and refreshing.

Before heading back, we stopped at a small restaurant near the lake. We ate grilled fish, a dish the area was famous for. The taste was amazing—fresh, smoky, and seasoned just right. While eating, I kept staring at the view of the lake outside the window. I felt grateful to be there at that moment.


แฏ“★ ๐‘๐–พโฑบ๐—‹๐—‚๐–พ๐“ฃ๐—ฮฑ๐—๐—‚โฑบ๐“ฃ:

At the end of the day, we took the ferry back to the main island and continued our journey home. The sky was turning orange as the sun began to set behind the hills. I leaned against the window, feeling tired but very happy. The trip to Lake Toba became one of the most memorable experiences of my seventh-grade year. Not only did I get to see beautiful views, but I also learned about the culture of Samosir Island and spent precious time with my family. When we finally reached home, I realized that traveling together made us closer and created memories that I would cherish forever. I promised myself that one day, I would return to Lake Toba and explore even more of its beauty.

๐‘ฑ๐’†๐’‹๐’‚๐’Œ ๐‘ฒ๐’†๐’„๐’Š๐’, ๐‘ท๐’†๐’๐’‚๐’‹๐’‚๐’“๐’‚๐’ ๐‘ฉ๐’†๐’”๐’‚๐’“ ♱

๐’๐„๐„
Selama tiga minggu terakhir, saya mendapat kesempatan untuk melayani di kelas Sekolah Minggu khusus batita di gereja. Pelayanan ini menjadi pengalaman yang sangat berkesan karena saya belajar banyak hal baru setiap minggunya. Setiap hari Minggu pagi, saya tiba lebih awal untuk menata ruangan: menyiapkan meja kecil, menyusun kursi anak, menyiapkan mainan edukatif dari lemari, serta menata buku cerita bergambar. Saya juga menyiapkan perlengkapan aktivitas seperti krayon, kertas bergambar, dan stiker. Walaupun persiapannya sederhana, hal-hal kecil ini membuat saya merasa benar-benar berperan dalam pelayanan ini.

Saat anak-anak datang bersama orang tua mereka, suasana ruangan langsung berubah menjadi hidup. Ada yang masuk sambil digandeng, ada yang berlari kecil menuju mainan, dan ada juga yang masih terlihat canggung dan memilih berdiri dekat pintu. Ekspresi polos mereka—dengan tawa kecil, gerakan lucu, dan rasa ingin tahu yang besar—selalu membuat saya tersenyum. Meskipun mereka belum bisa mengikuti instruksi dengan sempurna, mereka membawa sukacita yang khas di setiap pertemuan.

Pada minggu pertama, suasananya dipenuhi penyesuaian. Banyak anak yang masih takut berpisah dari orang tua, ada yang menangis, dan ada pula yang hanya mau duduk diam sambil memegang mainan. Ketika sesi nyanyian dimulai, beberapa anak ikut menepuk tangan, beberapa hanya menatap, dan sebagian lagi tersenyum malu-malu. Saya sendiri sedang belajar cara berkomunikasi yang sederhana, hangat, dan sesuai dengan usia mereka. Meskipun ada rasa gugup, melihat antusias kecil dari mereka membuat saya lebih percaya diri.

Pada minggu kedua, saya mulai lebih memahami karakter setiap anak. Ada yang sangat tertarik pada lagu-lagu ceria, ada yang fokus pada buku cerita, dan ada juga yang lebih suka beraktivitas sambil memegang benda tertentu untuk merasa nyaman. Saya melihat bagaimana mereka perlahan mulai mengenali rutinitas: doa singkat, nyanyian, mendengarkan cerita Alkitab lewat gambar, mewarnai, bermain sebentar, lalu bernyanyi bersama sebelum pulang. Meskipun masih sangat kecil, kemampuan mereka beradaptasi sangat menggemaskan.

Di minggu ini pula saya menemukan banyak momen kecil yang justru sangat berarti. Misalnya, anak yang biasanya diam mulai tersenyum ketika mendengar lagu. Ada juga anak yang awalnya hanya mau duduk di pangkuan orang tua, kini mulai berani duduk di kursi sendiri. Bahkan hal sederhana seperti mengikuti gerakan tangan saat berdoa terasa seperti kemajuan besar. Melihat perkembangan kecil ini menambah semangat saya dalam melayani.



Di minggu ketiga, suasana terasa jauh lebih akrab dan menyenangkan. Ketika musik pembukaan diputar, beberapa anak langsung menoleh dan tersenyum seolah mengenali suasana familiar. Mereka mulai bergerak mengikuti irama, menganggukkan kepala, dan mencoba menepuk tangan meski ritmenya masih tidak sinkron. Di minggu ini, peran saya lebih banyak sebagai pendamping. Ketika tim pelayan lain memimpin kegiatan, saya mendampingi anak-anak di tempat duduk mereka—membantu menjaga fokus, menenangkan yang mulai rewel, dan menemani yang masih malu. Saat tiba waktu aktivitas seperti menempel stiker atau melihat gambar, saya membantu mereka satu per satu: ada yang perlu diarahkan tangannya, ada yang perlu ditemani berdiri, dan ada yang hanya ingin ditemani tanpa banyak bicara. Peran ini membuat saya semakin memahami betapa pentingnya kehadiran dan perhatian dalam pelayanan kepada anak-anak kecil.



๐‰๐”๐ƒ๐†๐„



Ketika saya merenungkan pengalaman tiga minggu ini, saya melihat bahwa pelayanan batita mengajarkan banyak nilai spiritual dari Tuhan Yesus.

"And let each of you not look only to your own interests, but also to the interests of others." – Philippians 2:4 





 •
Rendah Hati 
Pelayanan ini butuh kerendahan hati yang nyata. Ada anak yang rewel, ada yang sulit diatur, dan ada yang tidak mau ikut kegiatan. Namun melalui semua itu, saya belajar untuk bersabar, lembut, dan hadir tanpa mengharapkan imbalan apa pun.

 • Setia 
Kesetiaan terlihat melalui hal-hal kecil: menyiapkan ruangan, menjaga anak-anak, dan memastikan mereka merasa aman. Melihat kemajuan kecil pada mereka membuat saya ingin terus berkomitmen dalam pelayanan.
 
 • Melakukan Kehendak Allah 
Saya merasa pelayanan ini adalah cara kecil untuk menunjukkan kasih Tuhan. Ada banyak momen ketika saya merasakan tangan Tuhan bekerja—melalui senyum anak-anak, melalui cerita yang dibagikan, bahkan melalui lelah yang berubah menjadi sukacita.


๐€๐‚๐“

Pengalaman tiga minggu ini membawa dampak besar bagi saya. Saya ingin menjadi lebih sabar, lebih peka, dan lebih tulus dalam melayani—baik di Sekolah Minggu maupun dalam kehidupan sehari-hari. Saya berkomitmen untuk terus melayani secara rutin, mempersiapkan diri dengan lebih baik, dan menciptakan suasana yang membuat anak-anak merasa aman dan dicintai. Saya berharap dapat bertumbuh lebih jauh dalam pelayanan gereja dan terus menjadi berkat bagi orang lain. Saya berharap bisa menetapkan semua pelajaran yang telah saya dapatkan dari menjadi guru sekolah minggu. 

๐‘จ ๐‘ฑ๐’๐’–๐’“๐’๐’†๐’š ๐‘พ๐’“๐’‚๐’‘๐’‘๐’†๐’… ๐’Š๐’ ๐‘ด๐’Š๐’”๐’• ๐’‚๐’๐’… ๐‘ด๐’†๐’Ž๐’๐’“๐’Š๐’†๐’”

แฏ“★ ๐Ž๐—‹๐—‚๐–พ๐“ฃ๐—ฮฑ๐—๐—‚โฑบ๐“ฃ: During the semester holiday in 2023, when I was still in seventh grade, my family planned a trip to Lake Toba. It h...